Obat Plasebo



Saya membaca sebuah artikel dengan judul seperti dibawah. apakah temen-temen semua setuju? yuu komen posting ini untuk berdiskusi :)

HINDARI PLACEBO DEMI PENGOBATAN MURAH

Keputusan Menteri Kesehatan untuk tidak menaikkan harga obat dan menindak tegas apotik yang tidak mau menjual obat generik telah memberikan sedikit harapan bagi masyarakat untuk berobat murah. Akan tetapi, keputusan ini tidak berarti apapun, jika dokter tidak memberikan obat dengan tepat dan efektif. Pengobatan yang murah tidak hanya tergantung pada harga obat yang murah, tetapi juga peresepan yang berhasil guna dan cost efective. Peresepan yang berhasil guna dilakukan dengan cara pemberian obat yang sesuai dengan prosedur medis (evident base) dan cost efective dicapai dengan penggunaan obat generik. Jika dokter melakukan kedua hal ini maka diharapkan akan dapat meringankan beban masyarakat saat berobat.

Apakah kedua hal ini cukup untuk membantu masyarakat berobat dengan lebih murah? Adakah cara lain yang bisa dilakukan oleh dokter untuk membantu masyarakat mendapatkan pengobatan yang lebih murah?

Jawabannya adalah dengan menghindari pengobatan dengan obat placebo bagi pasien. Yang dimaksud dengan placebo adalah terapi (dalam bentuk obat ataupun prosedur-prosedur medis) yang tidak memiliki bukti kegunaan bagi kesembuhan pasien. Dalam hal ini tidak termasuk obat palsu ataupun oplosan, tetapi obat atau tindakan medis yang “dipalsukan” oleh dokter yang diyakini memiliki dampak positif bagi pasien. Sebagai contoh yang paling sering adalah pemberian obat antibiotik untuk infeksi virus, dan pemberian vitamin untuk keluhan kelelahan.

Menurut survei di Amerika Serikat, lebih dari separuh dokter di negara tersebut memberikan obat-obat placebo kepada pasien. Di Eropa (Denmark) sebanyak 5 dari 10 dokter yang praktik memberikan placebo kepada pasien lebih dari 10 kali dalam setahun. Di Israel, sebagian besar dokter menggunakan placebo untuk memberikan terapi demi ketenangan batin pasien. Meskipun tidak terdapat angka pasti, di Indonesia praktik pemberian placebo diyakini banyak dilakukan oleh para dokter. Obat-obatan yang paling sering diberikan untuk tujuan placebo adalah antibiotika, vitamin, painkillers (anti-nyeri), obat tidur, obat suntikan cairan isotonis, dan pil/kapsul gula. Peresepan obat-obat tersebut dengan tujuan untuk menimbulkan efek placebo jelas berpengaruh pada besarnya biaya obat bagi pasien.

Mungkin beberapa dokter berpendapat bahwa pemberian obat-obatan dengan tujuan menimbulkan efek placebo akan bermanfaat bagi pasien. Hal ini tidaklah sepenuhnya salah. Beberapa penelitian membuktikan bahwa 3 dari 10 orang pasien dengan kondisi penyakit tertentu sembuh dari penyakit hanya dengan diberikan obat placebo. Pasien luka bakar yang membutuhkan obat antinyeri ternyata dapat hilang rasa nyerinya hanya dengan diberi cairan infus jika saat diberikan mereka sadar dan diberi tahu bahwa yang diberikan kepada mereka adalah obat antinyeri dengan dosis tinggi. Cara ini sering dilakukan karena pemberian obat anti-nyeri golongan morfin akan dapat menekan system pernafasan pasien yang dapat berakibat buruk. Dampak positif lain dari obat placebo adalah bahwa obat-obatan ini dapat meningkatkan rasa percaya diri pasien sehingga mereka cepat merasa sembuh. Hal ini sering dilakukan dengan cara memberikan suntikan “vitamin otot” bagi pasien-pasien yang sering merasa lelah.

Pandangan seperti di atas seharusnya tidak lagi digunakan oleh para dokter. Terlebih lagi jika hal ini dilakukan dengan motif lain, misalnya ekonomi. Sering kali dokter memberikan obat placebo -misal menyuntik dengan cairan isotonis, tetapi menarik biaya semahal obat antibiotik. Hal ini dilakukan semata-mata demi menjaga kepercayaan pasien bahwa dokter telah memberikan obat yang sebenarnya. Hal ini jelas merugikan pasien, baik secara keuangan maupun kondisi kesehatan. Jika pasien tidak sembuh dan berobat kepada dokter lain, pasien akan memberitahukan terapi yang dia ketahui kepada dokter lain padahal mereka sebenarnya tidak menerima pengobatan tersebut. Hal ini jelas akan membahayakan pasien dan merugikan profesi dokter secara umum. Jika dokter melakukan hal ini, maka dia telah melakukan pelanggaran terhadap etika profesinya.

Salah satu kode etik kedokteran adalah dilakukannya pengobatan atau terapi secara informed consent, dimana seorang pasien harus mengetahui segala hal yang berkaitan dengan pengobatan atau terapi yang akan diberikan oleh dokter. Pemberian obat placebo dengan cara seperti di atas adalah jelas melanggar etika. Jika seorang dokter meyakini bahwa suatu terapi placebo terbukti dapat membantu pasien, maka alangkah lebih baik jika dokter memberitahukannya kepada pasien secara terbuka.

Menghindari penggunaan obat-obatan placebo tidak hanya dapat menghindarkan dokter dari pelanggaran etika yang dapat berujung pada tuntutan hokum, tetapi juga dapat membantu masyarakat untuk mendapatkan pengobatan yang lebih murah. Gantikanlah pengobatan placebo dengan pendidikan kepada pasien demi kesembuhan dan kesejahteraan mereka.



Penulis:

Dr. Nur Azid Mahardinata

Staff di Pusat Kajian Bioetika dan Humaniora Kesehatan

Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada - Yogyakarta

0 komentar:

Posting Komentar